Surga diujung jalan setapak



Aku selalu menatapmu gadis abu-abu, ketika kau berdiri di balik jendela buram di kastil kecilmu yang dikelilingi tembok yang dingin. Aku memperhatikanmu ketika aku menyusuri jalan setapak di depan kastilmu, ketika kaki kecilku melangkah menuju surga kecil di ujung jalan setapak kala senja di musim panas itu.

Kau selalu menatapku dengan senyum simpulmu dibalik jendela buram itu, yang memisahkan kedua dunia yang jauh berbeda. Aku selalu penasaraan, dapatkah kau melihat langit biru di balik jendela buram itu. atau pernahkah kau merasakan angin yang menerpa ilalang dan rumput liar disekeliling kastilmu.


Tidakkah kau ingin ikut bersamaku menyusuri jalan setapak ini saat senja, jika kau ingin aku dapat menunjukkan surga kecil rahasiaku. Aku penasaran dengan warna matamu atau warna rambutmu, semuanya hanya tampak abu-abu dari luar sini, bisakah sekali saja, kau membuka kaca buram itu agar aku dapat menggagumi warna dan keindahanmu.

Aku selalu melintasi kastil kecilmu setiap senja dan kulihat disana kau menungguku di balik kaca dengan senyum simpulmu. Aku hanya mampu melihatmu beberapa detik sebelum kaki kecilku terus melangkah, aku ingin berhenti sejenak, tapi hati dan kakiku terlalu takut. aku ingin menatapmu sedikit lebih lama dan menikmati senyum itu untuk beberapa detik lagi. Kuyakin surga kecilku bisa menunggu untuk beberapa detik.

Tapi kuingat senja itu, kau tahu saat senja itu, aku percaya keajaiban telah terjadi. Bahkan aku bisa merasakan alam berbicara kepadaku menggunakan isyarat dan firasat, kalau akan ada sesuatu yang hebat yang akan terjadi senja itu.

Disinilah kita saat senja ajaib itu, di saat langkah kakiku terhenti di depan kastilmu, di saat matamu dan mataku bertatapan untuk waktu yang lama, percayalah, saat itu semua hal di dunia ini terasa tak penting bagiku. Kuingat saat itu, saat kau berdiri di depan kastilmu mengenakan gaun pengantin berwarna putih, kau berdiri di atas tanah yang dilapisi rumput liar tanpa alas kaki. Senja itu semuanya hening, bahkan angin tak berhembus.

Kau berdiri di sisi lain sungai yang memisahkan kita, aku berharap sungai itu tak pernah diciptakan. Aku memandangmu dengan tatapan kagum, akhirnya aku dapat melihatmu. Kau memandangku sambil tersenyum, matamu menatapku dengan tatapan yang tak dapat kuartikan. Tapi aku dapat melihat pantulan diriku di balik mata hijau mu. Akhirnya senja itu aku dapat melihat warnamu. Aku menyukai mu.

“berjanjilah kau akan membawaku pergi dari kastil ini, membawaku jauh bersamamu”ucapmu dengan suara bergetar.

Aku terdiam, bergeming. Butuh waktu bagiku memahami setiap kalimat yang kau ucapkan, aku terdiam saat aku mampu memahaminya. Aku tertunduk, menatap ujung kaki kecilku. Di saat itu lah titik air hujan pertama jatuh membasahi bumi. Kau masih berdiri disana, menunggu ucapan janji dariku. Aku tetap menunduk tak sanggup menatapmu, tak lama aku berbalik meneruskan langkahku meninggalkanmu dibelakangku, meninggalkanmu berdiri di bawah deras hujan yang menghujam tubuhmu dan memudarkan senyum simpul diwajahmu. kutahu, saat itu kau menangis. Walaupun ku tak dapat melihatnya karena titik hujan yang membelai wajahmu, tapi aku mengetahuinya dan memahamimu

***

Ratusan senja berlalu tanpa kulihat wajah dan senyum simpulmu, musim panas telah berakhir. Aku tak pernah menyusuri jalan setapak itu lagi. Tapi disuatu ketika senja musim dingin itu. di saat ingatan yang berisi kerinduan itu kembali bergulir, di saat kerinduan akan sosok gadis abu-abu yang selalu menunggu dibalik jendela buram itu memuncak.

Maka kususuri lagi setapak itu, beribu ingatan itu kembali bermunculan seiring setiap langkahku. Kini kutiba di depan kastil kecilmu, semuanya masih sama. Sungai yang memisahkan dunia yang berbeda yang kini telah beku, atau jendela buram dimana biasanya kau menungguku dan menatapku dengan senyuman. Semuanya masih sama, tapi kurasa tidak semua, aku tak dapat melihat sosok itu, jendela buram itu kosong. Tak ada apapun dibaliknya, sesuatu yang kuharap dapat melihatnya walau hanya sekali lagi. Tapi disitu hampa, senyap.

Kemanakah engkau gadis abu-abu. Apakah hujan yang membawamu pergi, atau waktu dan ruang yang mencurimu. Atau diriku sendirilah yang meninggalkanmu. Kini aku terdiam disana, bergeming seperti sebelumnya. Berfikir kalau saat itu aku berjanji padamu. Mungkin saat ini aku berdua denganmu, menatap surga kecil itu, surga kecil yang dilapisi pasir putih, surga dibawah naungan langit biru. Tempat dimana kau dapat melihat kaki langit dan merasakan angin membelai wajahmu, tempat dimana kini aku menangisimu, tempat dimana kini tubuhku berayun pelan di antara dahan pohon pinus di surga kecil itu, surga diujung jalan setapak.

TAMAT

mohon berikan pendapat kalian mengenai cerpen yang saya tulis ini dan ada yang mengerti makna dikisah ini

Komentar

Postingan Populer